Running text

Sugeng Rawuh Wonten Blog Menika, Mugi Saged Nambah InformasiPanjenengan Babagan Tradisi Kaliyan Budhaya Jawi. Matur Nuwun Sampun Mampir Wonten Blog Menika. Menawi Wonten Kiranging Isi Materi Nyuwun Pangapunten.

Selasa, 25 November 2014

PERANG OBOR DESA TEGAL SAMBI, JEPARA


IMG_0047

Cerita rakyat merupakan bagian dari kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, hal ini bisa digolongkan sebagai foklor yang merupakan sebagian kebudayaan kolektif yang memiliki suatu tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Saya Naili merupakan warga asli Jepara yang akan menceritakan tentang salah satu tradisi budaya di Jepara yang masih di lestariakanan dilaksanakan oleh orang Jepara sampai sekarang.
Pada zaman modern saat ini, masyarakat kebanyakan lebih berfikir realistis dan maju, sehingga jarang ada masyarakat yang masih melestarikan dan mempercayai adat-istiadat yang sudah ada sejak zaman terdahulu. Namun, hal itu tidak sepenuhnya berlaku pada setiap masyarakat. Misalnya, di desa Tegal Sambi, Jepara, adat-istiadat masih dilestarikan dan dipercayai oleh warga masyarakatnya.
Cerita ini didapatkan dari berbagai sumber yang ada, bahwa di desa Tegal Sambi, Jepara, Jawa Tengah ada tradisi perang obor yang setiap tahunnya dinanti dan dilaksanakan para warganya. Tradisi yang telah dilakukan sejak puluhan, bahkan ratusan tahun lalu itu, sampai kini masih terus dilestarikan. Perang obor itu masih diuri-uri dan dijaga kelestariannya. Bagi pemerintah daerah Jepara acara tradisi itu dikemas menjadi ajang wisata yang mampu menyedot pengunjung yang cukup banyak. Namun bagi warga desa Tegal Sambi ritual “Perang obor” sebagai tolak balak dan juga ajang syukuran warga desa sehabis panen padi, agar tahun-tahun mendatang semua warga masih mendapatkan rejeki dari yang Maha Kuasa.
Perang obor berawal dari ikhtiar batiniah para leluhur. Tujuannya,
untuk menolak bala dan bersyukur atas nikmat Tuhan, setelah selama setahun penuh desa tentram, tak terjadi gangguan atau bencana, kata Kepala Desa Tegal Sambi, Sumarno.
Upacara Perang Obor ini jatuh pada bulan Besar (Dzullijah). Dilaksanakan pada saat puncak panen di desa Tegal Sambi Kecamatan Tahunan yang letaknya kurang lebih 3 km arah selatan kota Jepara. Upacara ini diadakan atas dasar kepercayaan masyarakat desa Tegal Sambi terhadap peristiwa atau kejadian pada masa lampau yang terjadi di desa tersebut. Perang obor dimainkan oleh 50 orang atau lebih.
Konon ceritanya pada abad XVI Masehi, di desa Tegal Sambi ada seorang petani yang sangat kaya raya dengan sebutan “Mbah Kyai Babadan”. Dia mempunyai banyak binatang piaraan terutama kerbau dan sapi. Untuk mengembalakannya seorang diri jelas tidak mungkin, sehingga dia mencari orang untuk jadi pengembala binatang-binatang piaraannya, dan kemudian dia mendapatkan pengembala untuk mengembala binatang-biantangnya tersebut. Penggembala tersebut sering dipanggil Ki Gemblong. Ki Gomblong ini sangat tekun dalam memelihara binatang-binatang tersebut, setiap pagi dan sore Ki Gemblong selalu memandikanya di sungai, sehingga binatang peliharaannya tersebut tampak gemuk-gemuk dan sehat. Tentu saja kyai Babadan merasa senang dan memuji Ki Gemblong, atas ketekunan dan kepatuhannya dalam memelihara binatang tersebut.
Pada suatu hari Ki Gemblong menggembala di tepi sungai Kembangan sambil asyik menyaksikan banyak ikan dan udang yang ada di sungai tersebut, dan tanpa menyianyiakan waktu ia langsung menangkap ikan dan udang tersebut yang hasil tangkapannya lalu dibakar dan dimakan di Kandang. Setelah kejadian ini hampir setiap hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan dan udang, sehingga dia lupa akan tugas dan kewajibannya sebagai penggembala. Dan akhirnya kerbau dan sapi yang digembala menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit bahkan mulai ada yang mati. Keadaan ini menyebabkan Kyai Babadan menjadi bingung, tidak kurang-kurangnya dicarikan jampi-jampi demi kesembuhan binatang-binatang piaraannya, tetapi tetap tidak sembuh juga. Akhirnya Kyai Babadan mengetahui penyebab binatang piaraannya menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit, tidak lain dikarenakan Ki Gemblong tidak lagi mau mengurus binatang-binatang tersebut, namun lebih asyik menangkap ikan dan udang untuk dibakar dan dimakannya.
Melihat hal semacam itu Kyai Babadan marah besar, saat menemui Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan hasil tangkapannya. Kyai Babadan langsung menghajar Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah kelapa. Menerima perlakuan yang demikian ini, Ki Gemblong ternyata tidak tinggal diam. Ia juga segera mengambil pelepah daun kelapa untuk selanjutnya dinyalakan sebagai obor untuk menghadapi Kiai Babadan. Dengan demikian terjadilah pertarungan atau perang obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Bukannya makin mereda, pertarungan ini semakin lama semaki sengit yang menyebabkan terjadiya perang obobr. Apinya berserakan kemana-mana dan tanpa sengaja apinya pun jatuh di tumpukan jerami dekat kandangnya. Akhirnya pertarungan mengakibatkan terbakarnya kandang sapi dan kerbau. Seluruh hewan di dalam kandang pun akhirnya lari tunggang-langgang ketakutan. Kobaran api tersebut mengakibatkan sapi dan kerbau yang berada di kandang lari tunggang langgang dan tanpa diduga binatang yang tadinya sakit akhirnya menjadi sembuh bahkan binatang tersebut mampu berdiri dengan tegak sambil memakan rumput di ladang. Setelah mengetahui kenyataan seperti itu mereka berdua pun akhirnya mengakhiri perkelahian mereka.
Berdasarkan tradisi lisan yang berkembang di kalangan masyarakat Tegalsambi, sejak itu, anak-cucu Kyai Babadan dan Ki Gemblong lalu melakukan upacara perang obor ini dimaksudkan untuk mengusir segala roh jahat yang mendatangkan penyakit. Upacara itu dilengkapi pula dengan pergelaran wayang kulit. Ada prosesi untuk mengarak pusaka (Pedang Gendir Gambang Sari dan Podang Sari, sebuah arca, dan sebuah beduk dobol) yang dipercayai sebagai warisan sunan Kalijaga kepada Kebayan Tegalsambi. Kedua pedang kayu itu, konon, merupakan serpihan kayu yang dipakai membangun Masjid Demak
Kejadian yang tidak diduga dan sangat dramatis tersebut akhirnya diterima oleh masyarakat desa Tegal Sambi sebagai suatu hal yang penuh mukjizat, bahwa dengan adanya perang obor segala jenis penyakit dapat sembuh. Pada saat sekarang upacara tradisional Perang Obor dipergunakan untuk sarana Sedekah Bumi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat, Hidayah serta taufikNya kepada warga Desa Tegal Sambi, dan event ini diadakan setiap tahun sekali.
Upacara ini dinamakan Perang Obor, karena senjata yang digunakan adalah obor yang terbuat dari gulungan atau bendelan dua atau pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering (jawa : Klaras ). Ukuran obor tersebut tidak seperti ukuran obor lazimnya, tetapi dengan tinggi 3 m dan diameter 10 cm. Jumlah obor yang digunakan biasanya 200-300 obor bahkan lebih. Dan uniknya perang obor ini harus dimainkan oleh laki-laki dewasa dan asli dari penduduk setempat. Kemudian obor dinyalakan bersama-sama oleh warga untuk dimainkan/digunakan sebagai alat untuk saling menyerang, sehingga sering terjadi benturan-benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar.
Upaca perang obor itu dilaksankan pada malam hari dengan acara puncak “Perang Obor”. Sebelum upacara dilaksanakan para peserta perang obor dibekali kepercayaan dari sesepuh desa maka seluruh peserta dapat menyelesaikan perang obor tersebut dengan selamat, tanpa menderita luka bakar sedikitpun.
Perlu diketahui juga bahwa perang obor yang dilaksanakan pada malam hari selalu meriah, selain dihadiri oleh seluruh warga desa, pejabat dari kabupaten juga warga sekitarnya ikut menyaksikan kemeriahan perang api ini . Saking meriahnya kadang api dari obor tersebut memercik ke tubuh pasukan ataupun penonton yang menjadikan luka bakar ,namun anehnya luka itu dapat tersembuhkan dengan obat khusus dari ramuan minyak kelapa dan bahan khusus dari desa Tegal Sambi, cukup hanya dioleskan saja.
Warga setempat juga mengatakan, apabila ada penonton yang tiba-tiba kena percikan api jangan takut, luka tersebut dapat disembuhkan dari minyak khusus yang telah dipersiapkan oleh desa Tegal Sambi. Kalau dibawa ke dokter, nanti lama sembuhnya.
Atraksi budaya itu sudah turun temurun dan dilestarikan oleh para warga setempat, karena selain merupakan tradisi budaya daerah, juga sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha esa atas limpahan anugrah panen kepada masyarakat setempat. Tradisi yang sangat menarik untuk dinikmati oleh wisatawan, sehingga hal ini berpotensi untuk dikembangkan dan dikemas menjadi wisata budaya yang sangat menarik.
Perang Obor mulai dipercaya oleh masyarakat sebagai tulak balak agar terhindar dari segala macam mara bahaya. Intinya tradisi dari Tegal Sambi di Jepara ini tidak hilang ditelan zaman begitu saja. dan tetap dilestarikan meski zaman telah berubah. Sebab, dengan adanya tradisi ini masyarakat bisa lebih akrab dengan berkumpul memanjatkan doa bersama-sama kepada Tuhan Yang Maha Esa agar terhindar dari marabahaya dan dimudahkan dalam mencari rejeki.
Tradisi perang obor yang masih rutin dilangsungkan setiap tahun sekali ini membuat nilai budaya peninggalan leluhur itu tetap eksis. Dalam penyelenggaraan acara ini juga dibutuhkan kegotong royongan masyarakat yang merupakan ciri masyarakat Jawa, karena acara ini membutuhkan banyak tenaga dan materi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar